Walau tidak dapat dikatakan sama dengan ketentuan hukum agama yang menyatakan kencing itu mengeluarkan Najis dari tubuh, penggunaan kata-kata tersebut sudah jamak dimengerti dan berlaku di kancah dunia kejahatan Minyak dan Gas.
Normatifnya dengan berdasarkan pada prinsip ataupun azaz perbarengan (Concursus) tidak ada kejahatan yang berdiri sendiri artinya kejadian sebagaimana pemberitaan media on line tentang diamankannya Satu Unit Mobil Tangki merah putih milik PT Elnusa Petrofin oleh Tim Satuan Tugas Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (Satgas Mabes TNI), secara yuridis tidak hanya menjadi tanggungjawab Sopir dan Kernet beserta pemilik gudang illegal semata.
Tidak menutup kemungkinan kejadian tersebut lebih disebabkan karena adanya suatu bentuk permupakatan jahat yang tidak tertulis antara para pihak berkompeten dalam melakukan tugas ataupun tindakan pengawasan terhadap industri dan proses distribusi Minyak dan Gas Bumi beserta dengan pengawasan aliran Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan sengaja untuk secara bersama-sama melakukan kejahatan.
Semacam aturan tidak tertulis Mafia atau Cartel berupa suatu kesepakatan tidak tertulis yang lazimnya disebut sebagai suatu sikap saling mengerti atau sama-sama tahu dan/atau saling menghargai antara sesama anggota kelompok bajingan.
Ringkasnya berita tersebut tidak sekedar memberikan laporan terbuka tentang alat negara yang berhasil melakukan penangkapan terhadap sopir dan kernet mobil tangki yang bernomor Polisi B 9221 SFV serta menggunakan nomor lambung JMB-021, yang kencing di gudang illegal berbuah tindakan hukum Pidana.
Akan tetapi jauh dari semua laporan tentang kisah penangkapan pekerja-pekerja dunia hitam tersebut lebih luas karya jurnalis tersebut memberikan isyarat kepada publik tentang bagaimana negara mengakui dan membenarkan adanya kejahatan dalam pengelolaan Sumber Daya Alam serta tentang bagaimana hukum tertindas oleh kekuasaan sekelompok manusia biadab yang memiliki kekuatan yang terorganisir dan terstruktur serta secara masif.
Penangkapan itu sendiri menghendaki hukum lebih membuka diri guna membuktikan fungsi dan kemanfaatan hukum sebagaimana mestinya yaitu dengan cara menemukan dan meminta pertanggungjawaban hukum siapa kepada siapa saja yang terbukti sebagai orang yang paling harus bertanggungjawab dalam persoalan pelanggaran terhadap baik sebagian maupun secara keseluruhan ketentuan-ketentuan pidana minyak dan gas bumi.
Karya besar Jurnalistik tersebut menghendaki agar hukum benar-benar tegak dan tidak terhenti sebatas menjadikan pihak yang telah diamankan sebagai tumbal hidup bagi kepentingan upaya perlindungan terhadap nama-nama tertentu, akan tetapi menghendaki penegakan hukum yang mampu menemukan dan meminta pertanggungjawaban hukum para pelaku dan serta kejahatan lainnya seperti menemukan para cukong sebagai pemodal dan pihak penampung atau penadah minyak illegal atau haram tersebut yang patut diduga kuat untuk diyakini mereka adalah pihak konsument minyak industri.
Termasuk tuntutan agar hukum dengan segala instrumentnya mampu mengungkap hal terbesar dari prilaku penyimpangan distribusi dan indutri BBM tersebut, yaitu pemanfaatan disparitas antara harga subsidi dan non subsid yang bermuara kepada kejahatan Tindak Pidana Korupsi serta merupakan motivator bagi pelaksanaan kegiatan pertambangan illegal (Illegal Drilling) yang patut diduga melibatkan oknum-oknum berkompeten dalam hal pengelolaan Bahan Bakar Minyak dan serta penerima hak pengelolaan keuangan negara, seperti pihak Pertamina, SKK atau Hiswana Migas ataupun BP Migas, oknum management atau unsur pimpinan PT Elnusa Petrofin itu sendiri serta tidak menutup kemungkinan melibatkan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang menjadi tujuan penditribusian minyak itu sendiri.
Berawal dari keuntungan yang teramat sangat menjanjikan tersebut melahirkan perbuatan jahat lainnya yaitu berupa pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 53 huruf b Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan amanat “Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling tinggi Rp 40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah).
Suatu bentuk kejahatan yang terstruktur yang patut diduga kuat untuk diyakini menjadi muara bagi terlaksananya perbuatan jahat diketahui dan disadari melanggar atau bertentangan dengan ketentuan atau norma hukum yang mengatur larangan melakukan Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan amanat “Setiap orang yang melakukan Eksplorasi dan/atau Eksploitasi tanpa mempunyai Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp.60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).
Serta yang tidak kalah pentingnya yaitu pemberlakukan tindakan hukum atas dugaan adanya pelanggaran terhadap hak-hak konsumen yang dilakukan oleh oknum pengelola SPBU yang bermentalkan dengan mental bajingan dengan cara merekayasa takaran pada saat melakukan pejualan kepada konsumen, serta kejahatan-kejahatan lainnya yang memiliki korelasi ataupun hubungan dengan alur kejahatan yang secara eksplisit terkesan terstruktur dengan rapih.
Sepertinya terlalu dini untuk melakukan penilaian terhadap hasil yang diperoleh oleh Satgas Mabes TNI tersebut, sebab penangkapan itu bukanlah merupakan suatu prestasi akan tetapi suatu tantangan awal guna untuk memastikan tegaknya hukum untuk mengukur sejauh mana hukum mampu hadir dan melindungi hak dan kepentingan rakyat serta dapat berperan dalam melakukan penerapan norma atau kaidah dan azaz serta prinsip hukum pembuktian agar segera terwujud keadilan sesuai dengan tujuan dan fungsi serta kemanfaatan hukum.
Hukum yang mampu secara tegas menjadikan sejumlah nama yang terjaring atau diamankan pada saat kejadian yang terjadi di samping Rumah Makan Riski Makmur, atau di ruas jalan Jambi–Muara Bulian, tepatnya di Desa Pijoan, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi sebagai pintu masuk bagi penegakan hukum (law enforcement) yang dilakukan secara profesional dan proporsional.
Penegakan hukum dengan prinsip tiada kepentingan lain selain daripada kepentingan untuk melaksanakan amanat konsititusional dalam mencapai tujuan negara. Hukum yang mampu menempatkan disparitas subsidi yang telah dinodai oleh pemikiran disparitas pidana, sebagai salah satu mesin industri penghasil efek jera. Tidak hanya sebatas dongeng tentang “Kencing di Gudang Illegal berbuah Pidana”.